Minggu, 28 September 2014

Waspadai 46 Obat Tradisional Berbahaya

Waspadai 46 Obat Tradisional Berbahaya

MEDAN-Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menemukan 46 merek obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat (BKO). Selain berbahaya, BPOM juga menetapkan obat-obat tersebut illegal. Sebagian besar dian taranya memalsukan ijin edar tidak memiliki nomor registrasi.
Kepala BPOM Kustantinah men jelaskan, sebagian besar hasil temuan pengawasan merupakan produk illegal atau tidak terdaftar di BPOM. Dari 46 merek obat yang diamankan, 38 diantaranya mencatumkan nomor ijin edar fiktif. “Padahal setelah kami cek, produk itu ti dak terdaftar di BPOM,” terangnya di Kantor BPOM, kemarin.
Sementara, delapan produk lainnya dibatalkan nomor registrasi nya. Karena juga terbukti mengandung bahan kimia obat Kustantinah mengatakan, pengawasan pada semester pertama tahun ini tetap ditemukan obat tradisional yang mengandung BKO.  “Ini terbukti masih ada produsen yang terus memproduksi obat itu,” ucap wanita berambut pendek itu.
Menurut Kustantinah, tren produk obat yang beredar tahun ini masih sama sejak 2007 lalu. Mengarah pada obat pelangsing dan penambah stamina. Dimana menurut kajian BPOM, obat-obat tersebut mengandung sibutramin, sildenafil, dan tadalifil. “Jika dikonsumsi tanpa dosis yang sesuai, akan mempengaruhi jantung dan ginjal,” jelasnya.
Sementara, sebelum 2007 tren peredaran obat ilegal mengarah pada obat rematik dan penghilang rasa sakit yang mengandung fenilbutason dan metampiron. “Memang hasilnya ces pleng, tapi justru itu yang membawa efek samping. Jika dikonsumsi berlebihan juga merusak organ tubuh,” tambahnya.
Kustantinah menerangkan, penjualan obat biasa maupun obat tradisional wajib mencantumkan informasi asal bahan tertentu, kandungan alkohol, dan batas kadaluarsa pada label obat. “Ada juga yang mencantumkan bahan dan komposisinya. Tapi itu tidak sesuai dengan kandungan obat tersebut,” jelasnya.
Sebagian besar obat tersebut mengkliam pembuatannya di Cilacap Jawa Tengah. Ada pula obat yang menyatakan tempat pembuatannya di Surabaya, Banyuwangi, Magelang, Jakarta, hingga Malaysia. “Kami belum tahu pasti keberadaan produsennya,” ujar Kustantinah.
Dia berharap, masyarakat waspada terhadap obat tradisional tersebut. Tidak hanya konsumen obat saja, Kustantinah juga berharap penjual obat juga perlu waspada terhadap masuknya produsen obat illegal yang dapat merugikan konsumen. “Selain rugi juga menimbulkan penyakit di kemudian hari,” tambah wanita berkacamata itu.
————
Di Medan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Diperindag) Medan beserta Dinas Perikanan dan Kelautan Medan, Dinas Kesehatan Medan serta Balai (Pengawasan Obat dan Makanan), dibantu dengan aparat kepolisian dari Polresta Medan lakukan razia makanan kedaluarsa di Palladium, Jumat (13/8).
Pada razia yang dimulai pukul 02.30 WIB, petugas gabungan menyambangi Hypermart yang berada di lantai dasar atau Basement Palladium Mall.
Dalam razia, petugas hanya memeriksa makanan tanpa kemasan dan makanan yang bisa dijual kiloan seperti, jenis makanan nugget.
Kepala Seksi Pengawasan dari DisperindagMedan Drs Damang Bahrum mengungkapkan, dari hasil pantauan atau razia di Hypermart Palladium tidak ditemukan barang-barang yang sudah kedaluarsa. Namun, bukan berarti Hypermart terus aman dari pantauan.
“Bagi masyarakat, tetap harus juga waspada. Kewaspadaannya misalnya, setelah berbelanja sebaiknya struk yang ada jangan langsung dibuang. Tapi, diperhatikan terlebih dahulu. Karena dari struk itu, bisa juga diketahui apakah yang kita beli sudah kadaluarsa atau tidak. Jika ditemukan, dihimbau agar masyarakat segera melaporkannya ke Disperindag Medan dan pasti akan segera ditindaklanjuti,” terangnya.
Sanksi yang akan diberikan apabila akhirnya didapati jenis makanan yang sudah kadaluarsa, lanjutnya, maka tidak segan-segan Disperindag akan mencabut izin dari swalayan yang bersangkutan.
“Sanksi yang diberikan misalnya, pencabutan izin dari swalayan yang bersangkutan. Selain itu juga, bisa dijerat dengan hukum pidana.  Dan yang pasti, akan dikenakan dengan UU Perlindungan Konsumen yakni, No 18 tahun 1998. Dimana sanksinya hukuman 8 tahun penjara dengan denda Rp5 miliar bagi pengelola swalayan,” terangnya.
Menanggapi razia, Team Leader Hypermart Fahrozy mengatakan, pihak Hypermart benar-benar melakukan pengawasan yang ketat terhadap barang-barang yang masuk dan akan dijual.

“Barang yang masuk, akan masuk dulu ke bagian ekspedisi. Setelah itu, bagian groseri akan melakukan pengecekan, berapa jumlah barang yang diminta dan serta pengecekan terhadap barang-barang yang kadaluarsa. Seandainya ditemukan ada yang kadaluarsa, maka akan langsung dikembalikan ke pihak supplier atau distributornya,” paparnya.(nuq/jpnn/ari)

0 komentar:

Posting Komentar